Jumat, 05 Agustus 2016

PARASIT KOTA








kemewahan telah menampakkan diri
dan itu tak pernah menjadi pertanda baik.
jangan lupa bahwa hal serupa juga terjadi
di Athena; kemunduran kota itu dapat dilacak
hampir pada saat yang bersamaan dengan
mewabahnya kemewahan dan kegmaran
akan hidangan lezat. jika menyangkut zaman
keemasan, kemewahan adalah peingatan
berbahaya.
Eric Weinar
The Geography of Bliss





parasit kota. begitulah aku menyebutnya.
adalah orang pribumi maupun pendatang yang entah pada akhirnya menjadi pribumi atau tetap menjadi pendatang atau berada di antaranya, yang mana menetap di sebuah kota untuk melanjutkan hidup, menguras dan menyedot segala hal yang dimiliki kota tersebut tanpa timbal balik bagi kota yang dihisapnya- ditinggalinya.

bagi seorang parasit kota, prinsip simbiosis tidak berlaku. terlebih simbiosis mutualisme. kota menyediakan semua kebutuhan yang diinginkan oleh seorang, sekumpulan orang atau masyarakat luas yang datang hanya untuk nantinya ditinggalkan atau diabaikan begitu saja tanpa pernah mau memikirkan, berkeinginan atau malah bertindak untuk mengembalikan atau membuat kota yang pernah dan terus ditinggalinya menjadi lebih baik.

mengingat kota-kota di Jawa (mungkin juga seluruh Indonesia) nyaris hampir banyak yang berantakan dan kacau, yang ada dipikiranku, mengapa banyaknya orang-orang terpelajar malah membuat kota-kota yang ada malah semakin kacau dan rusak?

salah satu kesimpulanku, dengan beberapa kesimpulan lainya adalah bahwa hampir semua orang lebih suka memposisikan diri sebagai parasit kota. mementingkan diri sendiri dengan mirip tumbuhan atau hewan parasit yang ada. kota dianggap sebagai sumber yang harus dikuras demi pendidikan, raihan prestasi, kerja, lari dari kenyataan, menyembuhkan diri atau hal-hal gila lainnya yang cukup bisa menghibur dan menenangkan tanpa harus memiliki tanggung jawab akan nasib kota itu sendiri.

yah, parasit kota bisa siapa saja; mahasiswa (ini yang paling banyak. benar-beanr sangat banyak), pejabat pemerintah dari pusat hingga rukun tangga, arsitek, insinyur, dokter, bidan, paramedis, perawat, farmakolog, sejarawan, budayawan, seniman, penyair, sastrawan, atlet, agamawan, juru dakwah berbagai agama, karyawan atau pegawai berbagai institusi, pekerja lepas dan swasta, para pelajar sekolah, pengusahan, ilmuwan, peneliti, guru, dosen, guru besar, para profesor, feminis, penganjur hak asasi manusia, pengacara, polisi, hakim, berbagai penegak hukum, pegawai negeri, jurnalis, hingga para gelandangan, pengemis, pencopet, bahkan walikota, gubernur maupun presiden dan banyak lainnya yang bisa kau sebut sendiri.

mereka semua hidup di dalam sebuah kota tanpa memiliki keinginan untuk memperbaiki, menjaga, atau melestarikan kebaikan di dalam kota itu. keinginan para parasit kota hanya sekedar ingin mengisap apa yang dimiliki kota itu demi tujuan hidup dan kepentingan pribadinya.banyak di antara mereka sering berkata 'aku suka tempat ini', dan "aku cinta dan nyaman dengan kota ini' dan sebagainya. maksud dari itu jelas, kebanyakan dari mereka menganggap suka dan cinta hanya untuk diri mereka sendiri. mereka merasa nyaman di kota itu sampai kota itu kelak sudah tak nyaman lagi tanpa timbal balik untuk kota yang pernah ditinggalinya. dan hal semacam itu banyak. 

karena banyak orang terpelajar kita adalah parasit kota. maka hari ini kita melihat dari mulai Jogja yang terpelajar dan berbudaya, Jakarta yang menjadi tempat pemerintahan, perpolitikan dan segala kebijakan dibuat, Bandung tempat para elit bersenang-senang, Semarang zona industri dan kenyamanan yang semakin menggeliat, Solo yang adalah kembaran Jogja tapi lebih teratur dan indah, Surabaya pusat perdagangan dan lalu lintas internasional menuju jalur Bali yang semakin terbuka. apa yang bisa kita lihat hari ini adalah kekacauan, kekumuhan, sampah di mana-mana, sungai tercemar, pohon habis, udara panas dan menyesakkan, polusi mengerikan, kenyamanan yang kian langka, status qua di mana-mana, perpolitikan kacau, kebijakan yang disalah gunakan atau tak digubris, pejabat yang menjadi pencuri, guru besar yang hidup untuk jabatan dan kenyamannya sendiri, para mahasiswa yang bisanya hanya menghabisi setiap isi kota yang sementara ditinggalinya lalu pergi setelah puas merusak yang bisa dirusaknya, anak-anak sekolah yang dididik dan lebih suka bersenang-senang dan meraih prestasi untuk diri sendiri, para pengusaha yang mengeringkan persedian air dan merusak banyak hal, orang-orang kaya baru dan lama yang lebih suka memamerkan mobilnya kemanapun ia pergi walau membuat macet setiap hari dan anehya, dia juga terpelajar dan berpendidikan?, hingga para pengemis dan pemulung yang mencari sampah-sampah untuk dijual bagi dirinya sendiri. dari semua daftar orang terpelajar yang jumlahnya sangat banyak yang kebanyakan dari mereka adalah parasit kota. aku akan memilih para pemulung sebagai parasit kota yang baik dan tak terlalu merugikan kota itu sendiri. 

kota-kota di Jawa yang aku lihat, mengalami semacam pengabaikan yang luar biasa hingga pada taraf yang nyaris mengerikan. atau yah, sejujurnya sinting. sangat sinting. 

di dunia semacam ini, jangan pernah kagum dengan jabatan guru besar atau rektor pada sebuah universitas bersama ribuan atau bahkan jutaan mahasiswanya dari Universitas Indonesia, Gadjah Mada, ITB, Udayana, Diponegoro dan kau bisa menambahkannya sendiri sesukamu. yah sesukamu, jika kau masih memiliki hati nurani yang langka. 

coba lihat UI dan lihatlah Jakarta yang berantakan hingga hari ini. lihatlah UGM, yang nyaris konyol dan tak becus mengurusi kota luar biasa kecil semacam Jogja ini. ITB? Bandung kian hari berantakan dan menyedihkan. dan aku tak perlu repot-repot menuliskan yang lainnya jika kalian juga bisa berpikir dan menambahkannya sendiri. yah, kota yang rusak dan kian bobrok menunjukkan jati diri orang yang tinggal di dalamnya. entah dia guru besar, profesor, pembela keadilan, ham, bahkan walikota dan presiden sekalipun. 

karena selama ini kota-kota dianggap sebagai sumber daya yang diperas dan hanya untuk diperas, maka terjadilah yang hari ini aku sebut sebagai kegilaan kolektif. kesalahan atau pengrusakan yang dilakukan bersama-sama atau banyak sekali orang sehingga menjadikan hal itu wajar, biasa atau tak perlu dianggap pusing karena sudah menjadi normal dan tak dipusingkan lebih jauh. kegilaan kolektif adalah cara berpikir yang paling banyak diyakini oleh parasit kota. karena semua orang merusak kota tanpa adanya perlawanan besar dari pihak lainnya, akhirnya seolah-olah hal itu biasa demi tujuan karir atau kebahagiaan. akhirnya, parasit kota dianggap normal. kota yang rusak dan kacau adalah normal. dan kemacetan dikutuk tanpa merasa diri sendiri yang membuat kemacetan itu. yah, kebutaan diri sendiri itu memang menyenangkan. 

parasit kota mudah ditebak. sangat mudah. kau hanya tinggal menilai apa yang pernah ia lakukan dan coba lakukan untuk kota yang ia tinggali. semakin lama orang tersebut tinggal di kota tertentu. seharusnya dia memiliki tanggung jawab lebih besar untuk memperbaiki kota tersebut. entah lewat pemikiran atau tindakan. yah, memang, ini bukan Athena Kuno. tapi ini menjelaskan, seberapa parah mental warga kota secara keseluruhan? dan anehnya hampir keseluruhan Indonesia? 

aku tak tahu, apakah itu menakutkan atau orang-orang akan berkata biasa saja. 

kita memiliki banyak orang hebat, para pemenang olimpiade internasional yang kian bertambah banyak, kita memiliki banyak suku dan jumlah penduduk yang luar biasa, tapi melihat kota-kota di Jawa, aku harus bertanya, mental dan budaya apa yang sebenarnya hari ini diidap oleh seluruh masyarakat Indonesia sehingga nyaris semua kota yang aku masuki dan lihat berjalan kearah kian mengerikan. semakin terpelajar kita, entah kenapa, kota-kota yang aku lihat semakin konyol dan berantakan. 

mental parasit. aku rasa itu yang paling cocok untuk melihat kecenderungan masyarakat yang berdiam dan hidup di kota-kota Jawa dan mungkin Indonesia (karena aku belum melihat langsung di luar Jawa, hanya di berita dan tv, biarlah para jurnalis dan yang punya uang yang menuliskannya). mental parasit membuat kota-kota tak lagi nyaman dan menyenangkan. 

parasit kota. ya, parasit kota. itulah kenyataan kita sehari-hari yang harus kita terima. dari guru dan dosen yang kau temui setiap hari. teman yang kau siapa, kedua, ketiga atau satu orang tuamu. kekasihmu. guru besar dan rektormu. dan nyaris siapapun yang kau temui hari ini. kebanyakan dari mereka adalah parasit kota. bahkan seringkali begitu juga dengan wali kotanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar