Selasa, 09 Februari 2016

AKHIR DARI FOTOGRAFI, JURNALISME, DAN PERJALANAN






ada pertanyaan yang sudah lama membuatku gelisah dan akhir-akhir ini muncul kembali bertubi-tubi. perjalanan, berita/fakta, dan fotografi, seolah lahir untuk hal yang sangat menakutkan dibalik keindahannya yang mempesona. 

bagaimana bisa, para fotografer, entah itu seorang jurnalis atau pun petualang yang melihat dan menjelajahi berbagai macam hal, masih bisa hidup dengan tenang tanpa beban sama sekali? apakah ada ketumpulan, perasaan yang mati, dan kekebalan pikiran bagi mereka yang terlampau sering melihat dunia yang sangat dekat itu? inilah yang membuat aku gelisah. bahkan untuk diriku sendiri. saat kita melihat segala sesuatu di dunia ini lewat lensa dan perjalanan.

di lain sisi, fotografi telah kehilangan perenungannya yang dalam dan kehilangan sisi lainnya yang coba dipertahankan oleh para jurnalis dan pencari berita atau kebenaran. lahirnya instagram, thumblr, picsart dan lainnya, terlebih instagram, membawa era baru bagi dunia fotografi yang buta, egois, dan kehilangan kepekaannya terhadap dunia yang menggeliat di sekitarnya. 

lalu apa yang tersisa?

kini, fotografi hampir tak lagi unik dan berkesan khusus. semua orang bisa bereksperimen dan menghasilkan foto-foto yang bagus dan berkelas. tapi, munculnya fotografi baru di kalangan anak-anak muda di era ini dengan perangkat kamera serta teknologi yang ada, lebih banyak ke arah diri sendiri. fotografi untuk diri sendiri, yang lebih menceritakan dunia dan tubuh sehari-hari. fotografi baru telah membekukan sebuah era di mana anak-anak muda hari ini telah berjalan ke arah jurang.

yang ingin aku tanyakan pada diriku sendiri dan berbagai macam orang yang setiap hari memegang kamera, terlebih jurnalis dan petualang, sampai mana kita mencapai batas kepura-puraan kita?







batas itu telah membawa Kevin Carter pada kematiannya. anggota The Bang Bang Club peraih Pulitzer di bidang foto jurnalistik itu akhirnya mengakhiri dirinya sendiri di tengan dunia yang membuat dirinya bingung dan tak lagi harus hidup seperti apa.

"Aku sungguh, sungguh menyesal. Rasa sakit telah menimpaku hingga bahagia itu takkan ada lagi... tertekan ... tanpa telepon ... uang sewa ... uang untuk hutang ... uang!!! ... Aku dihantui oleh ingatan dari pembunuhan dan mayat dan kemarahan dan kesakitan ... kelaparan atau anak kecil yang terluka, dari orang gila bersenjata, bahkan polisi, dari eksekutor hukum mati ... Aku pergi untuk bergabung dengan ken kalau aku seberuntung itu."

film dan kisah The Bang Bang Club telah meresahkanku sekian lama. mereka berjalan ke berbagai arah, melihat dan merasakan banyak hal, mencari dan menghadirkan kebenaran, fakta, hal yang tersembunyi dan tak sengaja didapat.  pada akhirnya, ada dari mereka yang berhenti terhadap apa yang selama ini mereka lihat dan jalani lewat bidikan kamera dan perjalanan.

apakah kita masih berpura-pura ketika melihat kemiskinan setiap hari, kematian, penculikan, pelecehan seksual, kekerasan, kemiskinan, kesakitan orang lain, bencana, perang, pembantaian, dan banyak lainnya yang seolah tak pernah selesai. dunia yang kita lihat setiap hari itu, dari semenjak kita menghirup nafas pertama dan memegang kamere lalu melakukan perjalanan kesana kemari, tak pernah terselesaikan dan selalu ada.
lalu, sebenarnya apa gunanya kamera yang ada di tangan kita? dan apa gunanya kita melakukan perjalanan sampai ke tempat yang jauh dan tak terlihat? jika masalah di dunia ini pada akhirnya pun tak pernah berakhir.

saat aku membuka-buka majalah National Geographic, ada dunia yang sangat menarik dan luar biasa di dalamnya. foto-foto yang menawan dan mengagumkan. tapi inilah masalah utama yang menyelimuti benakku. jika pihak National Geographic yang setiap harinya mencari tahu tentang segala jenis kehidupan dan hal lainnya, sejauh mana mereka mencapai batasnya? apakah pada akhirnya mereka hanya sekedar ingin mengabarkan dan memperlihatkan hal yang belum dilihat orang lain. apakah fotografi, jurnalisme, dan perjalanan hanya sekedar sampai pada tahap mengubah dunia yang sebentar lagi akan kembali seperti semula?

ataukah, fotografi dan perjalanan itu hanya untuk bersenang-senang dengan diri sendiri seperti yang akhir-akhir ini meledak dan menjadi trend di kalangan anak muda?

bagi seorang yang sangat peka, sensitif, pikirannya sangat aktif, dan rasa kemanusiaan sangat tinggi, dia akan mengalami apa yang Kevin Carter alami. pada akhirnya, banyak dari kita tak akan kuat lagi menjalani kehidupan. terlebih jika kita terlalu banyak menyerap hal-hal yang orang lain tak melihatnya. atau apakah pada akhirnya, fotografi, jurnalisme, dan perjalanan adalah kegiatan untuk menahan diri dari rasa simpati, empati dan sisi paling sensitif dari kita? apakah pada akhirnya kita harus membekukan perasaan dan pikiran kita sendiri agar kita masih sanggup menjalani hidup?

seringkali aku tak sengaja, entah di instagram atau ruang maya lainnya, ada orang-orang yang mengatakan, "tak usah terlalu memikirkan dunia ini. nikmati dirimu sendiri saja. biarkan orang lain bicara apa." pada akhirnya, fotografi akhir-akhir ini mengarah pada egoisme yang semakin akut. lalu, apajadinya jika ada seorang pembunuh yang berkata hampir mirip dengan cara yang sebaliknya?









kamera, fakta, dan jalanan, telah membuatku berada pada garis ambang. seolah-olah aku sudah tak ingin lagi melanjutkan segala macam kehidupan ini. atau pada akhirnya, aku dan kita, memilih untuk hidup berpura-pura dan membuat batasan terhadap perasaan dan pikiran sendiri bahwa kehidupan itu, beserta seluruh dunia yang kita lihat, hanyalah kepura-puraan. kita hidup hanya untuk berpura-pura setelah kita menyaksikan dunia yang mungkin akan membuat kita tak lagi menginginkan apa-apa.


jogja
rabu 10 februari 2016
13:45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar