cara terbaik untuk menghilangkan rasa
sakit adalah dengan cara membaca buku
dan melakukan perjalanan.
- merah naga
hari menjelang sore. warna kaca memantulkan gelap dan bau
lampu-lampu. udara yang mendingin. suara-suara anak kecil bercampur
dengan deru knalpot. angin menyentuh ranting dan dedaunan. lumut dan
tumbuhan parasit melilit batang pohon. dunia tiba-tiba begitu hening.
walau kekacauan menyelimuti duniaku yang paling dalam.
sore atau malam ini, aku ingin berbicara sedikit tentang Jawa. bukan
tentang diriku yang hari ini kehabisan uang dan ditagih oleh ibu kos
untuk segera membayar tunggakan. aku ingin bercerita tentang Jawa walau
hanya sebentar. seolah-olah, kisah tentang Jawa mampu menghibur diriku
yang lelah ini.
Jawa, bagiku kini adalah semacam tanah yang semakin asing.
seolah-olah aku bukan hidup dari tanah ini. bagaimana tidak, aku nyaris
tak begitu mengenal tanah ini dari pada mereka yang dulu menjajahnya.
beberapa hari yang lalu, aku tak sengaja bertemu kembali dengan
pagelaran wayang kulit di dekat tugu Jogja atau jalan Margo Utomo.
hampir setahun di sini aku tak pernah menyaksikan kesenian wayang kulit.
tiba-tiba, ketika melintas dan menemukannya, perasaanku begitu rindu
dengan masa kanak-kanak dulu. tapi tak seperti dulu. kini, pertemuanku
dengan wayang kulit menghasilkan perasaan yang campur aduk. antara
diriku yang sekarang dan masa lalu yang jauh.
saat melihat wayang kulit, yang aku dapati adalah sosok-sosok masa lalu.
para orang tua yang wajahnya seolah berada di abad yang telah lewat.
dan, suara dalang pun nyaris tak lagi aku mengerti. kemampuanku dalam
berbahasa jawa kuno pun nyaris hilang. tiba-tiba wayang kulit pun
menjadi semakin asing bagiku. bahkan, seluruh peralatan yang dipakai
dalam pementasan pun aku banyak lupa. perlu buku The History of Java karya Raffles hanya untuk sekedar mengingatnya. ini sungguh menyedihkan.
dalam artian tertentu, kadang, aku merasa para orang asing yang menulis
Jawa itulah yang seorang Jawa yang sebenarnya. mereka lebih mengenal
Jawa dari pada diriku sendiri.
masa lalu yang jauh itu adalah Jawa yang dikenal oleh banyak penjelajah
asing sebagai surga dunia. tempat yang sangat eksotis dan penuh dengan
nuansa romantisme. tempat di mana Borobudur, Prambanan, Gedung Songo dan
lainnya berdiri megah. tempat berbagai macam kerajaan lahir dan
tenggelam. tempat sastra kuno yang kini digeluti dengan perasaan kagum
oleh orang asing, di tulis oleh para pujangga dan penulis Jawa. tempat
di mana, seluruh peradaban dunia ingin memiliki tanah yang subur ini
dengan segala cara. dan kini, tiba-tiba, di masaku hidup, Jawa adalah
dunia asing.
hampir satu bulan yang lalu, aku menuju pantai selatan untuk
menghidupkan diriku kembali. pikiran-pikiranku kini dipenuhi oleh Jawa
yang telah hilang. buku-buku yang aku miliki, yang aku baca dan kini aku
sedang kumpulkan, bercerita tentang Jawa masa lalu. di sepanjang jalan
yang aku lalui, aku menengok kanan dan kiri sisi jalan yang dipenuhi
dengan berbagai jenis tetumbuhan yang sedikit sekali yang masih bisa aku
kenali.
aku menemukan kembali perasaan haru ketika aku mampu mengenali pohon
kapuk, mahoni, atau sekedar pohon nangka. bahkan ketika mampu teringat
akan salah satu jenis bambu yang aku sukai, bambu berwarna kuning yang
seringkali disebut sebagai pring peting itu, perasaanku melonjak
girang. aku mendapati duniaku yang nyaris hilang di sepanjang jalan
menuju laut selatan itu. dari mulai pohon kresen atau talok, pohon petai atau landing,
pohon jambu air, palem dan juga pohon kelapa. bahkan di tengah
banyaknya rerimbun pepohonan terakhir di pulai Jawa ini, bisa mengenali
daun dari pepohonan mangga saja itu sudah sangat luar biasa. pohon
akasia pun seringkali aku lupa. hanya beringinlah yang masih mudah untuk
langsung aku ketahui. seringkali pohon asem pun perlu waktu untuk ada
di pikiranku. semakin banyaknya jenis tetumbuhan di satu tempat, aku
semakin kehilangan ingatan. dalam hal ini, semakin dewasa aku, dan
bersentuhan dengan dunia kota, aku semakin menjadi laki-laki yang tak
mengerti tempat tinggalnya sendiri.
aku pun seringkali kebingungan untuk menyebutkan beberapa gunung yang
ada di pulau Jawa terkhususnya antara Semarang dan Jogja. dari mulai
gunung Ungaran, Merbabu, Merapi hingga gunung Lawu yang masih kelihatan
dari arah sekitar sini. aku tahu nama gunung-gunung yang ada di
sepanjang Jawa, tapi aku seringkali lupa dan sering tertukar di mana
tempat asal gunung-gunung itu. bahkan aku sering buta jika ada di
perjalanan ketika melihat sebuah gunung menyembul dengan begitu
mengagumkan.
jelas, mengenai dunia tumbuhan aku hampir menyerah. tubuh dewasaku
semakin hari kian melupakan ingatan dari masa lalu dengan berbagai macam
tumbuhan yang aku kenal dengan baik. hanya sedikit yang tersisa dari
diriku mengenai hal itu. ketika melihat berbagai macam tumbuhan di
sepanjang jalan yang aku lalui, aku sering merasa sedih. sedangkan
dengan hewan liar, banyak yang kini tak lagi mampu aku kenal dengan
mudah dan tepat.
aku masih bisa membedakan beberapa jenis walet dan layang-layang. aku
juga masih mampu untuk mengenal dengan jelas beberapa burung pipit; dari
mulai burung gereja, bondol jawa dan bondol rawa, gelatik batu, hingga emprit sawah
dan lainnya. aku masih punya kenangan kuat dengan burung alap-alap,
beberapa burung penyanyi, burung dara, dan beberapa burung bangau dan
air tawar lainnya. atau hewan-hewan yang kini melata dan berjalan dengan
kakinya.
kelak mungkin akan ada orang yang tak tahu apa itu cicak. karena ada
beberapa temanku yang tak tahu apa itu kelelawar dalam dunia nyata.
bahkan walet pun bentuknya seperti apa, mereka tak tahu. ketika aku
bertanya tentang jambu mete pun tak tahu. dalam artian banyak, anak-anak
muda di sekitarku dan yang kini hidup di sekitar Jawa, tak tahu apa
saja yang ada, hidup, dan bernama di pulau ini. bagi diriku sendiri,
Jawa kian menjadi asing. seolah-olah aku lahir dari negeri yang jauh
dari pulau ini.
aku masih ingat ketika berada di UGM beberapa waktu yang lalu. ada
sebuah diskusi yang pada akhirnya menyangkut juga dengan identitas Jawa
yang harusnya mudah dikenal. di sebuah layar, terdapat sebuah gambar
yang sangat jelas. bangunan khas Jawa yang anehnya banyak anak muda di
dalamnya bahkan tak tahu bangunan apa itu. bangunan itu bernama Joglo.
dan aku rasa, kian hari, nama Joglo sebagai bangunan khas Jawa semakin
hilang dari ingatan anak-anak muda hari ini. diriku juga semakin
kehilangan nama-nama yang dulu pernah aku kenal.
kian hari aku semakin asing di tanah ini. aku bagaikan bukan lahir dari
tanah ini. akhir-akhir ini, pikiran semacam itu sungguh sangat
menggangguku.
banyak anak muda yang hari ini tinggal di sebuah kota besar, akan
semakin asing dengan tanahnya sendiri. banyak dari mereka kehilangan
ingatan atau tak tahu sama sekali mengenai nama sebuah pohon, hewan, dan
tumbuhan secara nyata. bahkan kebudayaan dan seni pun serta sejarah
semakin menjadi hal yang langka dalam diri kita. seringkali aku
berpikir, sebenarnya kita ini siapa, jika kita hidup di tanah ini tapi
orang asinglah yang lebih tahu akan tanah ini?
mengingat sebuah nama jalan pun kini butuh perjuangan. apalagi mengingat
sebuah nama yang bahkan ketika lahir pun kita tak pernah mengetahuinya?
kelak, Jawa hanyalah sekedar masa lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar