Minggu, 08 Mei 2016

SEBUAH PERMINTAAN UNTUK NATIONAL GEOGRAPHIC INDONESIA DALAM SURAT PEMBACA



















saya penggemar NGI. sudah lebih dari 50 majalah NGI saya miliki. dan saya sedang memburu majalah NGI edisi lama. bagi saya, majalah ini penting di tengah sempitnya wawasan lingkungan dan sains modern di negara ini. jadi, NGI adalah pintu gerbang untuk keluar dari kebutaan akan ilmu pengetahuan yang menjadi ciri khas umum masyarakat Indonesia. dan bagi saya, NGI sangatlah penting dan saya jadikan pegangan untuk melihat dunia, menulis, dan berpikir.

edisi yang paling saya sukai dan sempurna adalah edisi april 2016. saya membelinya di tasikmalaya waktu itu. tapi yang membuat saya tercengang adalah edisi maret 2016, tulisan yang berjudul Seychelles Kembali Berseri. demi menyelamatkan pulau itu dan menjadikannya bagaikan utopia alami, pembunuhan besar-besar terhadap kehidupan lainnya yang dianggap pendatang dan hama, seolah-olah diberi landasan moral dan pembenaran. saat melihat foto burung betet yang berderet mati, saya benar-benar ngeri dan terenyuh. begitu mudahnya kehidupan yang bukan manusia itu dilenyapkan dengan alasan yang sepele hingga berjubah konservasi dan semacamnya.

keterenyuhan itu pun kembali saat saya membaca edisi mei 2016, kicau terakhir. saya benar-benar hampir menangis membayangkan hilangnya burung dan satwa liar lainnya dengan alasan apa pun. saya benar-benar terpukul. karena saya sebagai manusia, secara tak langsung juga menyumbang punahnya beragama spesies jauh di sana dan di sekitar saya sendiri. dan pengetahuan semacam itu, membuat saya gamang menjalani hidup. apakah keberadaan saya selama ini di bumi adalah sekedar perusak dan sangat egois? itulah yang saya pikirkan selama berbulan-bulan lamanya.

akhir-akhir ini saya sedang mengelilingi berbagai macam kota di Jawa dan suatu nanti di seluruh Indonesia jika memungkinkan. saya ingin melihat masa depan negara ini lewat alam, pola pikir masyarakatnya dan apa yang mungkin terjadi. dan saya sungguh-sungguh ngeri melihat arah ke depannya negara ini.

tidak di jakarta, tidak pula di bogor, bandung, tasikmalaya, semarang, jogja, surakarta, hingga kota kecil semacam klaten hingga purwodadi. saya nyaris jarang melihat burung terbang memenuhi langit. ketika masih kecil dulu, saya masih sering melihat berbagai macam jenis burung dari mulai bondol jawa, emprit, perkutut, alap-alap, bentet, bangau, beberapa burung penyanyi dan bahkan sempat bertemu dengan gagak atau burung hantu tyto alba. sekarang, di sepanjang hamparan sawah dari mulai jawa tengah hingga jawa barat, saya bahkan nyaris kesusahan melihat burung pipit dan burung gereja pun semakin susah saya temukan di berbagai macam kota. hal ini membuat saya sedih, sama sedihnya saya ketika menyaksikan film dokumenter racing extinction. melihat wajah baru Jawa atau sebagian Indonesia, dengan ditambah berbagai macam hal yang ada di NGI dan beberapa film dokumenter yang saya lihat, saya merasa gagal sebagai manusia. sehabis melihat racing extincion, saya menangis dan tak kuat melanjutkan melihat film itu. benar-benar menyakitkan.

sudah berapa spesies makhluk hidup yang sudah saya musnahkan selama kehidupan singkat saya selama ini? entah di sekitar saya atau yang jauh di luar sana.

melihat kondisi jawa hari ini, di beberapa kota dan desanya. ada kesamaan yang mengkhawatirkan saya yang jika tidak sungguh-sungguh ditangani bersama, saya rasa, kelak negara ini akan hancur dan tercerai berai. semua kota yang saya kunjungi memiliki: sampah plastik dan berbagai macam sampah terseraK tidak hanya di bekas keraton surakarta, jogja, bahkan di masjid agung jawa tengah, dan sepanjang jalan raya dan berbagai macam tempat di lingkungan kota dan pedesaan. burung-burung nyaris punah di Jawa. yang hanya terlihat adalah walet dan layang-layang atau sedikit burung gereja. sesekali berbagai macam bangau dan burung laut/paya di kala senja datang. hal itu sangat mengkhawatirkan. bahkan kupu-kupu pun semakin susah saya temui. berbagai macam kumbang pun sudah tak terlihat. bahkan katak dan kodok pun tak seramai beberapa tahun yang lalu ketika musim hujan datang. suara jangkrik pun semakin hilang. bahkan tokek dan cicak pun mulai jarang terlihat di lampu-lampu rumah dan jalan. hal yang membuat saya miris, sekarang saya hampir tak pernah lagi melihat ratusan atau ribuan capung berterbangan dan hinggap di dahan, pagar, atau bunga di depan saya. saat masih kecil, dulu saya sering merasa kagum akan jumlah mereka yang banyak dan spesies mereka yang berbeda-beda. capung adalah salah satu yang saya kagumi tapi kini keberadaannya susah saya temukan lagi. dan jika saya tuliskan apa yang sekarang seolah hilang di depan saya, diperbandingkan dengan ingatan masa kecil saya di tahun 90an dan awal 2000, jumlahnya luar biasa banyak. dari mulai kelelawar, kalong, gelatik, musang, hingga berbagai jenis reptil. saya pernah berpikir dan sejujurnya itu sering, apakah yang telah saya dan generasi saya hilang dan punahkan selama kehidupan yang baru berpuluh tahun ini? tapi kenapa tak banyak orang sadar akan kehilangan itu? kenapa?

dan, kota-kota besar yang saya lihat, selalu saja panas, macet, kondisinya buruk, sungai kotor, tercemar dan dipenuhi sampah, dan tak banyak yang membaca buku dan terlihat bersepeda, semua orang ingin terlihat membawa mobil, motor dan menunjukkan gaya hidup serta status mereka. tak perduli bahwa jawa sudah menjadi tempat yang tak menyenangkan untuk ditinggali.

kadang saya bingung untuk mengungkapkan pikiran-pikiran saya dan apa yang saya gelisahkan serta lihat di surat pembaca. saya takut nantinya dianggap ingin mencari bingkisan. saya tak perduli dengan bingkisan atau apa itu. saya hanya ingin berbagi cerita dan kegelisahan saya tentang alam indonesia. sementara itu, ketika saya memikirkan ruang surat pembaca yang sangat terbatas, saya kadang enggan untuk menuliskan apa yang saya gelisahkan secara panjang lebar. kadang saya berharap, besok, pihak NGI memberi ruang, antara satu dan dua lembar halaman, untuk opini atau semacam tulisan esai/perjalanan dan kegelisahan yang digunakan untuk saling berbagai ilmu dan wawasan. saya rasa itu penting. dan saya hanya bisa berharap untuk hal itu.

dan yang paling penting, saya sangat berharap, suatu saat nanti, pihak NGI, mungkin juga bekerja sama dengan National Geographic Society dan pihak NG luar, untuk membuat edisi khusus kerusakan alam dan ekologis di Indonesia. lalu di dalamnya, ada spesies apa saja yang telah musnah, terancam musnah dan kini sedang dalam keadaan kritis. lalu di dalamnya juga teradapat gambar dan penjelasan mengenai berbagai macam jenis hewan liar dan tumbuhan khas Indonesia untuk memperkenalkan pengetahuan keberadaan mereka ke publik Indonesia secara luas. dan ada juga pembahasan mengenai pola pikir, kebudayaan, dan apa yang terjadi dengan kota-kota besar di Indonesia dan memberi prediksi kemungkinan di masa depan jika kegiatan dan pola pikir semacam itu terus berlanjut.

saya sangat berharap pihak NGI memikirkan usulan saya ini. di negara ini, tak ada buku yang mengulas secara penuh keanekaragaman hayati di Indonesia dan apa yang kelak mungkin hilang. sedang buku semacam A Photographic Guide to the Birds of Indonesia pun hanya tersedia dalam bahasa Inggris dan itu susah. sama halnya dengan buku The Ecology of Java and Bali dan beberapa buku sejenis. saya berharap, pihak NGI mampu sedikit menjembati kehilangan akan pengetahuan sekitar ini, di masyarakat Indonesia dalam sebuah edisi khusus. karena Indonesia adalah salah satu kawasan terpenting di dunia. hilangnya berbagai macam spesies darat dan laut, serta tercemarnya sungai dan hilangnya hutan, penduduk yang terusd meningkat dan kesadaran lingkungan yang kurang dan lainnya, akan membuat dunia juga mengalami kehilangan dan kerugian besar. dan kehilangan itu kelak, akan ditanggung oleh anak-cucu dan generasi yang akan datang dengan lebih parah lagi.

dan apa yang saya baca mengenai pembantaian burung di Uni Eropa dalam Kicau Terakhir, mengingatkan saya akan perjalanan saya ke berbagai tempat. dan itu juga mengingatkan saya akan buku Jared Diamond yang berjudul Collapse. salah satu ciri-ciri negara yang akan hancur dan jatuh, menurut Jared, adalah kerusakan lingkungan hidup dan alam yang ada pada sebuah negara ditambah krisis politik, ekonomi dan semacamnya. dan di dalam buku itu, Indonesia menjadi salah satu negara yang terancam gagal karena alasan lingkungan dan politik secara bersamaan.

dan saya memohon pihak NGI, untuk memberikan edisi khusus sebagai edukasi terhadap masyarakat mengenai apa yang telah kita hilang dan musnah selama ini di sekitar kita. karena mereka juga penting untuk kita semua. entah dalam pertanian, penyerbukan tanaman, hingga membantu memulihkan kondisi udara serta semacamnya.

karena hanya pihak NGI lah saya masih mampu berharap dan jaringannya yang luas dan berwawasan tinggi. saya tak bisa menunggu lama, sekitar 10-20 tahun lagi, untuk menunggu seorang penulis Indonesia secara khusus menampilkan semacam itu. itu akan jadi pekerjaan berat untuk perseorangan yang ingin menulis kisah mengenai lingkungan di negara sebesar ini. terlebih, jika lingkungan tak terlalu popular di negara ini dan menjadi seorang peneliti tak terlalu penting. pengusaha dan pegawai negerilah yang lebih penting.

sedangkan NGI, atau National Geographic, memilki banyak pakar terkemuka dan pekerja yang kompeten yang jumlahnya cukup banyak. dan saya rasa, untuk membuat edisi khusus yang saya utarakan, sangatlah memungkinkan.

semoga pihak NGI merasa tak keberatan untuk merenungkan keinginan dan kegelisahan saya ini.

salam
merah naga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar