Sabtu, 21 Januari 2017

JOGJA; BENTARA BUDAYA







hidup di sebuah kota yang sangat membosankan semacam Jogjakarta. sebuah galeri seni semacam Bentara Budaya Yogyakarta, cukup bisa menghibur diriku. setidaknya, awal dari menginjakkan kaki kembali tak terlalu buruk. aku disuguhi pameran JLN Dua Pekan. cukup menarik tapi sangat biasa. sedikit karya seni yang kini bisa membuatku berdecak kagum. walaupun begitu, seni dan karya seni, selalu bisa membuatku sedikit terhibur dan melupakan lelah. dan yang menarik dari Bentara Budaya Yogyakarta adalah keramahtamahannya. seolah-olah aku bagaikan berada di rumah setelah sekian lama menghilang entah kemana. Bentara adalah satu-satu galeri seni yang paling layak aku kenang.

aku, dan salah seorang temanku, yang kini menjadi penghuni rumah tuhan, selalu berceloteh atau bergurau mengenai tempat kesenian ini. bahwa Bentara Budaya Yogyakarta adalah satu-satunya tempat yang menampung sekian banyak pelarian dan orang yang sedang kelaparan. dari para seniman tak banyak modal hidup. hingga para penulis dan mereka yang tak memiliki tempat untuk tinggal. Bentara Budaya adalah pahlawan bagi mereka yang kekurangan gizi dan hidup serba pas-pasan. penghuni nyaris tetapnya, yah, siapa lagi kalau bukan diriku ini dan beberapa orang yang sering terlihat bersamaku. tidakkah wajahku terlihat sangat miskin?

sangat banyak galeri di kota ini. tapi Bentara adalah yang paling membuatku sangat nyaman. melihat orang tertawa, berbincang, berkumpul, atau sekedar berjalan sesuka hatinya ke sana kemari, seolah-olah ada kebebasan untuk bergerak dan berekspresi tanpa harus malu di galeri ini. jajanan pasar dan seringkali soto panas yang sangat nikmat. membuat suasana begitu cair dan akrab. suasana yang jarang aku dapatkan di berbagai galeri lainnya yang terkesan sangat berjarak.

selain suasana akrab dan penyelamat orang-orang kelaparan. hal yang paling membuatku senang dari tempat ini adalah pemberian katalog atau poster gratis di hampir setiap acaranya. bagiku, inilah yang paling penting dan membuatku ingin selalu datang. kenapa begitu penting bagiku? sebagai orang yang belajar, katalog membantu menjebatani dari apa yang tak sempat dilihat atau direnungkan saat melihat karya seni. dan tentunya, bagi orang semacam aku, aku memiliki dokumentasi yang akan aku gunakan untuk menulis perihal seni di kota Jogja. walaupun begitu, di dalam dunia kesenian, aku ingin tenggelam dan berjarak.

Bentara Bentara memiliki letak yang sangat ideal. terletak di tengah kota dan dikelilingi oleh berbagai universitas besar semacam UGM, UNY, SANATA DHARMA, UAD, dan lainnya. sangat dekat dengan Tugu, Malioboro, Gramedia, toko buku Togamas, Perpus kota, dan deretan tempat nongkrong yang sangat banyak. yang paling menggelisahkan adalah jumlah ribuan mahasiswa dan orang lewat, tak membuat galeri ini, yang nyaris selalu aku datangi ketika ada acara, terlihat sangat penuh. kebanyakan hanya di antara kalangan seniman sendiri dan lebih banyak anak-anak ISI dari pada yang lainnya. orang semacam aku yang lebih suka mengamati, sedikit terpukul pada kenyataan bahwa, bahkan kesenian pun sangat sepi peminat. kebanyakan orang atau mahasiswa lebih menyukai cafe dan sejenisnya. sastra lebih tragis lagi. acara-acara sastra lebih mirip kuburan di tengah kota terpelajar dan dipenuhi banyak buku ini. setidaknya, kesenian belum mengalami hal yang terlalu buruk dibandingkan sastra dan lainnya.

jika berada di antara para seniman, aku selalu mengambil jarak. walaupun pada akhirnya kadang gagal dan malah berbincang atau kenal dengan beberapa seniman tertentu. seandainya aku mau, aku bisa kenal luar biasa banyak seniman. tapi aku berlaku surut. aku tak ingin banyak dikenali di dunia seni. aku hanya ingin menikmati berbagai jenis galeri seni dengan beragam acaranya tanpa harus dibebani oleh perasaan tak nyaman karena berkomentar terlalu sinis. hal semacam itu, akan ada tempatnya di saat nanti. dengan berlaku surut, aku bisa mengamati dunia kesenian dengan cukup bebas. aku bisa belajar banyak di dalamnya. membeli buku-buku seni dan menikmati apa yang selama ini aku sukai. sesekali aku juga membuat sketsa atau lainnya. walaupun begitu, aku tahu, aku tak terlalu pandai di bidang ini kecuali keragu-raguan. aku lebih cocok menjadi sekedar seorang yang menulis atau membicarakan filosofi seni yang menjadi landasan orang-orang berkesenian. dan mempertanyakannya. mungkin di situlah posisiku berada.

beberapa hari di kota ini, aku sudah disambut oleh beberapa pameran kesenian. aku hanya bisa mendatangi tiga di antaranya. yang satunya secara tak sengaja. pameran di Museum Affandi, Taman Budaya Yogyakarta, dan tentunya Bentara. walaupun begitu, Bentara Budaya Yogyakarta masih sangatlah intim bagiku. pernah, aku ingin sekali berbincang dengan romo Sindhu, tapi akhirnya aku surutkan karena aku tak ingin dikenali oleh banyak orang dan beberapa tokoh yang sudah terkenal. sering melihat Joko Pekik, Nasirun, dan pernah berbincang dengan Lindu, Andre Tanama, pak Tri dan beberapa seniman luar. tapi yang jelas, aku akan langsung menjaga jarak sejauh mungkin dari mereka. jika tidak, aku tak akan memiliki ruang gerak yang leluasa jika banyak orang mengenaliku di semua tempat aku berada. aku tak menginginkan hal semacam itu terjadi. dan kebebasan berpikirku akan hilang dan mati.

kebebasanku menganalisa, mengamati, dan berpikir adalah hal yang lebih besar dari segalanya. dan yah, jika berada di berbagai galeri seni, aku mirip orang asing yang tak nampak dan sangat kecil. dan itu menyenangkan. sangat menyenangkan menjadi tak terlihat di mana pun.

seperti Afrizal Malna dalam bukunya Perjalanan Teater Kedua, aku mengamati orang-orang lewat tubuh, gerak, dan apa yang mereka kenakan, bicarakan, dan teman dekat mereka untuk berkerumun. itulah yang sangat menarik ketika aku berada di berbagai pembukaan acara kesenian. mengamati orang-orang dan merenungkannya. melihat atau mengintip sedikit kepribadian mereka ketika berada di acara seni. lalu melihat kecenderungan besar dikemudian hari.

dan Bentara Budaya, dengan orang-orangnya yang sering aku lihat berkali-kali, seolah-olah bagaikan sebuah rumah tersendiri. sedikit tempat yang membuat aku terhibur dan melupakan bahwa aku sedang berada di sebuah kota yang sangat membosankan. mau bagaimana lagi, Jogja memang adalah kota yang membosankan. itu adalah kenyataan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar