Selasa, 07 Februari 2017

JOGJA: MALIOBORO







aku memutar berulang-ulang Nocturne in F Minor Op. 55, No 1, yang dimainkan oleh Chad Lawson. ditangannya, karya Chopin itu, menjadi begitu menyayat. benar-benar sangat menyayat. entah berapa kali aku sudah memutarnya. hari ini, hingga tengah malam berjalan, perasaanku terasa kosong. tak ada yang bisa aku ubah dari sejak dulu hingga sekarang. semua sama saja. rasa-rasanya aku ingin berkata cukup. dan kembali mengembara ke berbagai kota sebagai sesosok yang hilang.

sekarang aku berada di Malioboro, depan Pasar Seni Nadzar. menikmati kesendirianku. ditemani oleh buku karya Paul R. Ehrlich dan Anne H. Ehlrich, Berakhirnya Masa Kelimpah-Mewahan. dua majalah National Geographic Indonesia yang baru saja aku beli: Mars: Perlombaan Menuju Planet Mars dan Menyembuhkan Kebutaan. orang-orang berlalu lalang. kendaraan lewat tiada henti. orang-orang masih sibuk mengambil foto. toko-toko yang tutup. warung-warung nasi yang segera berkemas. dan suasana intim yang aneh. ditemani gubahan Chopin dari Chad Lawson. aku menjadi begitu sangat intim dengan kesepianku.

lampu-lampu yang terus menyala. kursi-kursi yang berderet memanjang sepanjang jalan Malioboro. Pedestrian yang baru saja terselesaikan membuat suasana terus hidup. anak-anak muda dan para orang tua yang tak ingin bergegas pulang. begitu juga diriku. 

aku membaca karya Ehrlich sampai halaman 45. membuka halaman-halamannya terasa begitu dekat dengan pikiran-pikiranku. dan entah mengapa, aku masih berpikir terlalu banyak. di tempat ini, dulu banyak penyair dan sastrawan berkumpul dan lahir. orang semacam Umbu Landu dan anak-anak didiknya. dan sejarah perang serta pengabaian-pengabaian. sekarang, aku yang menghantui tempat ini dengan buku-buku dan segala macam kegelisahanku. minoritas yang hampir punah. kelak, orang-orang akan mencariku di tempat ini saat aku sudah tak ada. 

di tempat ini, kegelisahanku bisa sedikit terjinakkan. malam melewati angka nol dan nol. dan aku berpikir, pada akhirnya aku sadar sepenuhnya, kota ini, Jogja, tak bisa menampung duniaku. aku terlalu luas bagi kota ini. dan terlalu susah diraba dan dimengerti. aku sosok yang mengacaukan segala yang normal, tenang, dan harus ditutupi. yah, setidaknya aku tahu bahwa diriku sudah berakhir. aku tahu itu. 

aku pun mengganti Chopin dengan Schubert, Theme From Andante. memandang melewati celah pepohonan. dan tempat ini seolah tak berhenti diam.

suasana Malioboro yang baru, yang diisi deretan kursi dan tempat sampah, tak membuat semua orang berkepentingan untuk membuang kotorannya di tempat yang sudah disediakan. banyak puntung rokok, sisa tisu, gelas plastik, dan lainnya memenuhi tempat ini. jika tempat ini adalah pertemuan dari berbagai provinsi di negara ini. seperti Jakarta, kota ini termasuk gagal. dan aku sudah tak lagi peduli. aku hanya ingin menikmati kesendirian ini begitu lama. mengarahkan mata ke arah jalan raya dan menikmati langit yang begitu hitam dan bertitik-titik. 

memutar Chopin lagi. lalu Schubert. Chopin lagi. dan menatap dunia yang suram di bawah gorong-gorong yang penuh sampah. aliran angin yang berhembus pelan. para penarik becak yang jatuh tertidur dan sebagian menatap kosong kemiskinannya. pengamen yang sesekali lewat karena sudah larut. pemulung yang bergantuan datang dan pergi, kecewa dengan tempat sampah yang sudah didahului orang lain. dan kota ini masih belum terpejam. segala kemewahan yang menghabisi kehidupan lainnya.

di tengah malam yang dingin ini. ada seorang laki-laki yang akhirnya memegang kembali bukunya. dan tahu, bahwa jenis dari dirinya, akan punah dan menjadi lelucon. yah, setidaknya, aku sedikit menikmati kota yang membosankan ini.
dunia terus berjalan ke arah yang tanpa akhir. menuju entah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar