aku memutar berulang-ulang Nocturne in F Minor Op. 55, No 1, yang
dimainkan oleh Chad Lawson. ditangannya, karya Chopin itu, menjadi
begitu menyayat. benar-benar sangat menyayat. entah berapa kali aku
sudah memutarnya. hari ini, hingga tengah malam berjalan, perasaanku
terasa kosong. tak ada yang bisa aku ubah dari sejak dulu hingga
sekarang. semua sama saja. rasa-rasanya aku ingin berkata cukup. dan
kembali mengembara ke berbagai kota sebagai sesosok yang hilang.
sekarang aku berada di
Malioboro, depan Pasar Seni Nadzar. menikmati kesendirianku. ditemani
oleh buku karya Paul R. Ehrlich dan Anne H. Ehlrich, Berakhirnya Masa Kelimpah-Mewahan. dua majalah National Geographic Indonesia yang baru saja aku beli: Mars: Perlombaan Menuju Planet Mars dan Menyembuhkan Kebutaan. orang-orang
berlalu lalang. kendaraan lewat tiada henti. orang-orang masih sibuk
mengambil foto. toko-toko yang tutup. warung-warung nasi yang segera
berkemas. dan suasana intim yang aneh. ditemani gubahan Chopin dari Chad
Lawson. aku menjadi begitu sangat intim dengan kesepianku.
lampu-lampu yang terus
menyala. kursi-kursi yang berderet memanjang sepanjang jalan Malioboro.
Pedestrian yang baru saja terselesaikan membuat suasana terus hidup.
anak-anak muda dan para orang tua yang tak ingin bergegas pulang. begitu
juga diriku.
aku membaca karya
Ehrlich sampai halaman 45. membuka halaman-halamannya terasa begitu
dekat dengan pikiran-pikiranku. dan entah mengapa, aku masih berpikir
terlalu banyak. di tempat ini, dulu banyak penyair dan sastrawan
berkumpul dan lahir. orang semacam Umbu Landu dan anak-anak didiknya.
dan sejarah perang serta pengabaian-pengabaian. sekarang, aku yang
menghantui tempat ini dengan buku-buku dan segala macam kegelisahanku.
minoritas yang hampir punah. kelak, orang-orang akan mencariku di tempat
ini saat aku sudah tak ada.
di tempat ini,
kegelisahanku bisa sedikit terjinakkan. malam melewati angka nol dan
nol. dan aku berpikir, pada akhirnya aku sadar sepenuhnya, kota ini,
Jogja, tak bisa menampung duniaku. aku terlalu luas bagi kota ini. dan
terlalu susah diraba dan dimengerti. aku sosok yang mengacaukan segala
yang normal, tenang, dan harus ditutupi. yah, setidaknya aku tahu bahwa
diriku sudah berakhir. aku tahu itu.
aku pun mengganti Chopin dengan Schubert, Theme From Andante. memandang melewati celah pepohonan. dan tempat ini seolah tak berhenti diam.
suasana Malioboro yang
baru, yang diisi deretan kursi dan tempat sampah, tak membuat semua
orang berkepentingan untuk membuang kotorannya di tempat yang sudah
disediakan. banyak puntung rokok, sisa tisu, gelas plastik, dan lainnya
memenuhi tempat ini. jika tempat ini adalah pertemuan dari berbagai
provinsi di negara ini. seperti Jakarta, kota ini termasuk gagal. dan
aku sudah tak lagi peduli. aku hanya ingin menikmati kesendirian ini
begitu lama. mengarahkan mata ke arah jalan raya dan menikmati langit
yang begitu hitam dan bertitik-titik.
memutar Chopin lagi.
lalu Schubert. Chopin lagi. dan menatap dunia yang suram di bawah
gorong-gorong yang penuh sampah. aliran angin yang berhembus pelan. para
penarik becak yang jatuh tertidur dan sebagian menatap kosong
kemiskinannya. pengamen yang sesekali lewat karena sudah larut. pemulung
yang bergantuan datang dan pergi, kecewa dengan tempat sampah yang
sudah didahului orang lain. dan kota ini masih belum terpejam. segala
kemewahan yang menghabisi kehidupan lainnya.
di tengah malam yang
dingin ini. ada seorang laki-laki yang akhirnya memegang kembali
bukunya. dan tahu, bahwa jenis dari dirinya, akan punah dan menjadi
lelucon. yah, setidaknya, aku sedikit menikmati kota yang membosankan
ini.
dunia terus berjalan ke arah yang tanpa akhir. menuju entah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar