Selasa, 07 Maret 2017

JULUKAN BARU BAGI KOTA-KOTA BESAR DI JAWA









Sekarang aku ada di dalam kereta Logawa. Kereta mulai bergerak. Perlahan, aku meninggalkan celah kosong lagi dalam diriku. Setelah ini, lalu apa?
Selama ini aku bagaikan berlari dari pikiran-pikiranku. Mencoba untuk kabur dari kebosanan dan meninggalkan dunia buku-buku. Aku berharap,  setelah perjalananku berakhir, aku tak lagi peduli dengan banyak hal lainnya. Tapi, malah ada ide tercetus untuk membaca di dalam perjalanan. Perjalanan mengelilingi Indonesia. Mungkin aku memang tolol. Apakah aku harus memperpanjang kehidupanku lagi? 

Entah untuk apa setiap perjalanan yang aku lewati. Aku semakin tak tahu. Segalanya semakin tak pasti. Tak satupun pun kota yang mampu menghidupkan diriku. Tak ada satu pun kota yang menggairahkan bagiku. Semuanya nyaris sama. Monoton. Tak ada kejutan yang patut aku beri tempat dalam diriku. Dan sejak kemarin, aku telah memikirkan kota-kota yang sudah aku masuki. Selama ini aku telah memberikan nama sinis bagi kota-kota yang bagiku buruk dan tak menyenangkan. Kota-kota tak layak dan digunakan hanya untuk sekedar mempertahankan hidup yang konyol. 

Masihkah ada kota yang layak aku beri tepuk tangan, walau hanya sebentar?


KAMPUNG BESAR NERAKA
JAKARTA

Jakarta adalah kota terburuk yang pernah aku masuki. Kota yang bagiku ssndiri, layak dihapus di peta. Kota yang nyaris tak memiliki apa-apa untuk dikagumi. Hal yang membuatku cukup jengkel, perasan superior penduduk Jakarta yang tak sadar diri dan tak tahu situasi. Jakarta adalah kota buruk dan menjijikkan . Aku menyebutnya sebagai kampung besar neraka. Lebih menyenangkan melihat pedesaan dari pada melihat Jakarta. Dengan penduduk yang tak becus mengurus kota itu. Peragaan tolol orang-orang berpendidikan. Kekumuhan yang menyedihkan. Sampah. Tak ada trotoar. Panas. Politik yang kacau dan gila. Apa aku harus menjelaskan panjang lebar dan mengutuk warga Jakarta dan para pemimpinnya yang goblok? 

Jakarta adalah kampung. Dan merasa warganya, menjadi bagian orang-orang dari metropolis. Sungguh kekonyolan yang ngawur.


KOTA ORANG-ORANG GILA
BANDUNG

Bandung kota indah peninggalan Hindia-Belanda yang kini jadi suram. Panas. Sampah. Macet. Kebanggaan yang menjengkelkan. Hampir semua gedung ikonik dibangun oleh Belanda. Apa yang patut dibanggakan? Membanggakan pendiri kota yang jadi bawahan Belanda? Kota besar dengan sedikit pembaca. Gairah intelektual yang muram. Dan keindahan yang tak lagi sejuk. Penderita gangguan jiwa yang banyak dan terus bertambah. Kota indah akhirnya menjadi buruk. Hanya orang-orang gilalah yang menempati kota semacam itu.
Kota besar, dengan penduduk kelas menengah atas berpendidikan yang terlalu banyak diisi oleh orang-orang tolol. Bandung adalah cerminan para terpelajar yang gila dan rusak. 


KOTA SISA PEMBUANGAN
BOGOR

Bogor, kota yang dari banyak buku sejarah sangat indah dan sejuk itu, dan tempat asal mula ilmu pengetahuan dan kebun raya Bogor terbentuk. Kini menjadi kota penuh macet. Panas. Jumlah angkutan kota yang menggila. Penduduk yang berlebih. Sampah dan sampah. Kebun Raya yang sekarat. Ruang intelektual yang minim.  Jalanan sempit. Trotoar entah pergi dan terbang ke mana. Bangunan yang beraturan. Dan sekedar kota buangan dari Bandung, Jakarta, dan sekitarnya. Merebaknya gangguan jiwa, membuat Bogor sangat pantas aku sebut sebagai kota sisa pembuangan. Terjepit kegilaan kota-kota lainnya. Membuat Bogor hanya sekedar kota sisa pembuangan dari kota lainnya.


KOTA YANG MEMBOSANKAN
JOGJAKARTA

Tak ada kota yang paling kejam dari pada kota ini. Kota yang harusnya bisa menjadi setara dengan Paris dalam segi intelektual dan seni. Atau tak kalah dari beberapa bagian China, India, atau Eropa. Tapi apa? Kekonyolan penduduk Indonesia ditambah warga kota yang sangat keterlaluan lamban. Seni yang biasa saja. Sastra yang sekarat dan rusak. Dan terlalu banyak omong kosong di dalamnya yang menyebalkan. Kota kecil yang membusuk itulah Jogja. Panas. Trotoar tak ada. Macet. Gairah intelektual yang sangat rendah. Pembaca buku yang minim. Pencinta lingkungan yang konyol. Apa yang bisa diharapkan dari kota gagal ini kecuali sekedar hidup dan lari dari kenyataan?


NERAKA DARI TIMUR
TASIKMALAYA

Tasikmalaya, memasuki pusat kota ini bagaikan sedang berada dalam kondisi sehabis perang. Bangunan seolah mau ambruk. Jalanan dihabisi parkir. Sampah luar biasa. Coretan tembok, vandalisme, yang tak jelas. Kemacetan yang mulai menyedihkan. Ruang publik yang tak menggairahkanku. Predikat Surga Dari Timur sudah tak layak. Neraka Dari Timurlah yang lebih tepat. 


KOTA NERAKA
SEMARANG

Semarang, kota yang mau tenggelam di sisi utaranya. Gundul dan longsor bagian atasnya. Aku pernah merasakan suhu lingkungan antara 48-53 derajat celcius di kota ini. Sungguh luar biasa panas. Dari arah timur hingga barat, jalan protokol, jarang ada pohon dan trotoar. Udaranya benar-benar meremukkan. Sisi Utara yang runtuh, amblas, dan tenggelam membuat pemandangan tampak berantakan, tak teratur, dan banjir rob. Banjir yang mengerikan sering terjadi. Bagian atas kota juga sudah tak lagi menyenangkan. Jarang ada ruang seni dan intelektual. Kota hanya sekedar untuk hidup dan sedikit bersenang-senang. Dan udara panasnya sungguh-sungguh gila.


NERAKA BERIKUTNYA
SURAKARTA

Surakarta, yang akan semakin kelebihan penduduk. kemacetan sudah terlihat di mana-mana. Mobil yang jumlahnya semakin mengerikan. Sampah tak beraturan di segala tempat. Mal dan bangunan besar lainnya sekali mengambil banyak tempat dan sumber daya. Sebentar lagi, Surakarta tak lagi menarik.


JAKARTA MASA DEPAN
SURABAYA

Surabaya, kota yang cukup indah di masa kepemimpinan Risma. Walau begitu, masa depannya sudah terlihat jelas dari semakin sesaknya kota itu akibat urbanisasi dan pertumbuhan penduduk. Kesadaran masyarakat yang rentan. Sampah yang ada di sudut-sudut. Mudahnya membuang sampah jika tak ditegasi. Jumlah kendaraan yang kelak akan merepotkan jalanan lebarnya. Panas. Nyamuk. Dan jika Surabaya tak lagi punya pemimpin yang tepat, masa depan kota itu sesuram Jakarta.


NERAKA DI KETINGGIAN
MALANG

Malang, kota yang dalam satu hari saja sudah menyebalkan dan membosankan. kemacetan di sekitar Singo Sari sebagai pintu masuknya saja sudah cukup menjengkelkan. lalu tak adanya troroar bagus, kecuali beberapa gelintir. pohon yang tak terlalu teduh dan sedikit. panas yang luar biasa mengerikan. panas kota Malang nyaris setara dengan Surabaya dan Semarang. jadi kota yang katanya indah di zaman dahulu kala itu, bagiku sendiri, telah menjadi Neraka di Ketinggian. itulah sebutan yang layak bagi kota itu. kota dengan kemacetan dan panas yang sama-sama mengerikannya.



adakah kota-kota yang menggairahkan secara intelektual di Jawa? aku bilang tidak ada. semuanya membosankan dan nyaris tak layak ditinggal. kota-kota yang masih cukup lumayan hanya sekedar Jogja dengan seni dan budayanya yang biasa tapi cukup sedikit menghibur. Bandung dan Surabaya yang hijau, cukup indah di sisi lainnya, dan teduh. yah, hanya itu aku kira yang layak untuk dipikirkan sementara. yang lainnya, aku coret dengan kekejaman yang tak perlu aku menyebutnya lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar