Selasa, 07 Maret 2017

SURABAYA: MUSEUM SURABAYA








Sesampainya di Purabaya, aku langsung memesan gojek menuju Stasiun Gubeng untuk membeli tiket kereta. Keluar dari kota Malang, aku bagaikan terbebas dari kemalangan yang paling besar dari perjalananku. Mempercepat keluar dari kota itu bagaikan pembebasan bersejarah. Kota yang buruk memang layak untuk ditinggalkan secepat mungkin. Jangan berlama-lama di kota yang bagimu menyebalkan dan mengerikan.

Setelah dari Gubeng, aku langsung menuju Museum Surabaya. Ada pameran Greenpeace di sana. Aku tahu, aku sudah kelelahan. Tapi setidaknya, Surabaya membuat aku sedikit bersemangat. 

Hari Minggu, jalan cukup ramai. Dan Museum tampak sepi seperti mayat. Sekitar 4 sore aku sampai. Melihat galeri pameran Greenpeace yang terlalu sedikit dan tak menarik. Hanya satu dua orang saja yang terlihat. Saat ingin melihat isi museum, aku pun sudah tak sanggup. Museumnya juga terbuka lebar dan mirip seperti gerai jualan properti. Aku hanya cukup melihat dari jauh. Sesekali merebahkan diri di lantai dan tiduran. Aku sangat lelah hari ini.

Tak lama kemudian aku keluar. Sesuatu yang tak menarik tak cocok untuk dipertahankan lama. Lebih baik aku membaca di pinggiran jalan Tunjungan. Aku mencari tempat yang cocok, depan Musuem di sebuah kursi, dan mulai membaca. Membaca gaya bebas. Sesukaku. Selama yang aku mau. Kadang membaca sambil tiduran. Kaki di angkat ke atas. Selonjoran. Miring ke kiri. Atau gaya bebas biasanya, kaki satu menyilang di kaki lainnya. Peduli amat dengan orang yang melihatku. Trotoar juga sepi. Satu dua orang yang melintas. Kendaraan memang banyak. Tapi aku lagi menikmati bacaanku. Hingga hampir jam 6 malam aku berada di situ. Membaca dan terus membaca. Aku selalu menyukai membaca di ruang publik. Menguji mentalku. Dan mengkritik publik luas akan tiadanya orang yang membaca di jalan-jalan atau ruang publik. Tak lama kemudian, aku pun jalan kaki menuju Tunjungan Plaza. Menuju tempat Gramedia. Menghabiskan waktuku. Dan akhirnya berteduh di WIFI Corner Id. 

Dan, tak ada pembaca di jalanan yang aku lihat. Sedikit pesepeda. Terlalu banyak masa depan suram bagi kota indah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar