Kota tua yang terasa ditinggalkan. Sangat tak indah. Menyedihkan. Seperti kota tua lainnya, nasibnya nyaris serupa.
Saat aku memasuki
kawasan kota tua dengan alasan ingin melihat jembatan merah. Aku sedikit
berharap dengan kota ini. Mungkin aku tak akan lagi melihat kembaran
kota tua Jakarta dan kota lama Semarang. Tapi, motor yang aku naiki,
melaju sedang, di antara bangunan-bangunan yang terlihat angker. Dan
suasana yang cukup membuatku tak lagi berharap.
Tak begitu terawat.
Bangunan-bangunan yang diabaikan manusia. Bau amis yang menyengat.
Beberapa sampah tergeletak di jalanan. Lampu-lampu yang redup. Mirip
kota Lama di Semarang saat malam hari.
Kami menitipkan motor di
dekat penjual makanan yang cukup ramai. Berjalan kaki. Memandang
sekitar. Sepi. Tak jauh beda dengan jalan Tunjungan. Hanya orang tolol
yang berharap tempat ini ramai dan mungkin menyenangkan untuk digunakan
membaca. Mengenai pembaca buku, jelas hal yang mustahil. Aku sendiri
sudah bosan memikirkan hal itu.
Kami berjalan. Baru
berapa langkah sudah dihadang beragam jenis becak, angkutan kota
berkarat yang menyedihkan, dan ojek. Aku mengajukan usulan untuk
menghitung beberapa banyak kami dipanggil untuk masuk ke dalam becak dan
angkutan mereka. Sialnya, aku baru menghitung antara 3-5, lalu
melupakannya. Mungkin mereka tidak penting bagi kami. Sementara kami
sangat penting bagi kehidupan mereka. Silang sosial yang berat sebelah
memang. Aku jadi teringat buku Merebut Ruang Kota.
Dilihat sekilas, kota
tua ini tak seburuk kota tua lainnya. Masih cukup bersih dan agak
terawat. Yah, setidaknya aku tak akan terjun bebas di sungai yang baunya
sangat menjijikkan dan amis. Berwarna kecoklatan dan sangat tak bersih.
Persis seperti yang V.S. Naipul gambarkan di tahun 1981. Tahun di mana
aku masih belum lahir. Hah..
Kami berjalan sebentar
menuju taman Jembatan Merah Plaza. Taman yang ditata cukup baik dan
teduh. Menghilangkan sedikit wajah buruk sebuah kota yang tak lagi
mendapatkan penghargaan seperti awal dibangun. Pergeseran kota yang
berorientasi air, sungai, dan laut, di sisi Barat Sungai Mas digantikan
dengan kota-kota baru di sisi Timur Sungai dan semakin berkembang ke
bagian lainnya dengan mencaplok berbagai perkampungan dan desa.
Sayangnya, aku tak sempat belajar banyak mengenai arsitektur kota.
Sungguh menyedihkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar