aku sedang menikmati DeR UNSCHULDiGe PASSAGieR karya
M toM Diek. bagus. walau aku tak mengerti bahasa Jerman. karya itu
lebih mirip komik dengan lebih banyak gambar dari pada percakapan.
sebelumnya aku sangat tertarik dengan versi komik, berbeda, dari Faust
yang gambarnya bagus. tanpa harus tahu dialognya, gambarnya sudah
menjelaskan alur yang menyenangkan dan layak diterjemahkan. seharusnya.
sebuah buku berwarna kuning karya Carlsen, Flix Faust; Der Tragodie erster Teil. salah satu yang bagus di perpustakaan ini.
Wisma Jerman ini
memiliki perpustakaan sangat kecil dengan buku yang tak terlalu banyak.
di dalam mini ruangan ini, orang berjubel sekitar 14 orang. tempat ini
rasa-rasanya hanya mampu menampung kurang dari 20 orang saja. walau
begitu, IFI dan Goethe Institut seolah memiliki aura nyaman yang tak
dimiliki oleh perpustakaan milik pemerintah. setelah kecewa dengan
Perpustakaan Umum Daerah. sejujurnya aku juga agak kecewa dengan
bibliotek Wisma Jerman. terlampau kecil dengan buku yang seberapa. dan
orang yang bernafas di dalamnya hanya memegang bahan pembelajaran mereka
mengenai bahasa Jerman. buku-buku yang terihat bagus, diabaikan.
mengenai hal yang berpikir, Surabaya pun tak jauh beda dari kota-kota
lainnya. dan tempat ini memiliki aura yang tak jauh beda dengan
perpustakaan lainnya: mengerjakan tugas, dan menyoal pelajaran saja.
ada seorang Tionghoa
berbaju biru yang menbaca novel. suatu kekecualian. seorang bapak-bapak
yang berdiam di sudut dan tenggelam dengan video-video. seorang gendut
berkacamata. perempuan Tionghoa cukup cantik dan modis berkacamata dan
berjaket oranye pink. laki-laki yang memakai kaos Bayer Munchen.
laki-laki gondrong. seorang perempuan yang berpenampilan ala anak jalan
yang bebas. dan perempuan cantik lainya yang sudah pergi. lalu aku, yang
lelah, tak bernafsu, dan malas untuk memikirkan hal yang berkaitan
dengan masa depan.
entah mengapa, aku
semakin bosan dan pesimis dengan kota-kota di Jawa. melihat isi
perpustakaannya saja langsung membuatku malu dan tak ingin lagi banyak
berharap. sejujurnya, mengenai hal itu aku sudah cukup tahu. tapi jika
melihat perpustakaan nyaman disia-sia itu seperti penghinaan. buku-buku
yang sedikit tersentuh serta minim bagaikan semacam kebodohan yang
disepakati bersama. kota besar dengan perpustakaan tak layak memang
patut dicaci, dihina, dan harus kita anggap tolol.
aku menemukan buku karya Melissa Muller, Das Madchen Anne Frank; Die Biographie. karangan Rudiger Safranski, Goethe. Das Parfum milik Patrick Suskind. aku juga menemukan buku Rainer Maria Rilke, Die Schonsten Gedichte. dua buku karya Thomas Mann. Herman Hesse dengan Stufen.
Nazism and German Society, diedit oleh David F. Crew. Hitler kepunyaan Ian Kershaw. dan beberapa lainnya. sayangnya di sini, jarang ada colokan listrik. itu titik tak menariknya dari perpustakaan mungil ini.
tak lagi menyandang
secara resmi nama Goethe Institut karena minat akan Jerman tak terlalu
banyak. kini, berubah menjadi Wisma Jerman. kata penjaga Goethe Institut
Bandung, tempat ini masih sering didanai oleh Goethe Institut itu
sendiri. entahlah, aku tak tahu banyak. sekarang saja aku sudah lapar.
aku ingin sekali makan. dan entah kenapa, tiba-tiba ingin sekali pergi
dari tempat ini.
mendadak, perasaan
kosong menghinggapiku. aku tak tahu lagi harus ke mana. mungkin aku
harus berada di antara ambang perasaan dan pikiran yang sering berubah
dengan cepatnya. tak ada dunia yang bisa menampung keberadaanku.
aku ingin melanjutkan membaca.
tiba-tiba aku jatuh
tertidur. mataku kini terasa berat. sudah hampir jam enam aku lewati
tanpa aku begitu sadari. aku memutuskan untuk menyelesaikan membaca.
lalu makan. dan melangkahksn kaki menuju Gramedia. dan berharap masih
ada dunia yang tersisa untukku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar