Senin, 06 Maret 2017

SURABAYA: PERPUSTAKAAN UMUM KOTA








hanya ada dua tiga buku yang menarik minatku: World Artist; 1980-1990 yang diedit oleh Claude Marks. Black Music In America; A History Through Its Prople. dan Tafsir Mimpi karya Sigmund Friend. yang lain adalah buku-buku yang tak aku anggap. benar-benar perpustakaan menyedihkan. 

sempat aku tertidur di sofa dengan sebuah buku, World Artist, dan tiba-tiba seorang laki-laki muda membangunkanku, tak boleh tidur di perpustakaan. aku meminta maaf dan menjawab tak sengaja. lalu melanjutkan membaca, agar rasa lelah dan kantuk sedikit lenyap. aku butuh tempat membaringkan tubuhku. aku membutuhkan tubuh yang segar untuk menikmati sebuah kota dan memasuki bermacam ruangnya. aku sudah coba mencari kos dan tempat tinggal, tapi sudah penuh, mahal, terlalu jauh, atau hanya boleh sebulan. rasa-rasanya sebulan adalah waktu yang keterlaluan lamanya dan membuatku akan mudah jenuh. uangku juga sudah menipis. setiap pengembara akan selalu dibatasi oleh biaya, tubuh, dan emosinya. begitu juga diriku.

perpustakaan yang mengambil salah satu ruang dari Balai Pemuda ini cukup ramai. dalam artian biasa saja. orang datang hanya sekedar membuat tugas, melepas lelah, bermain gadget, membaca koran, atau membaca buku. terlihat beberapa perempuan dan laki-laki yang membaca buku. tapi mengingat buku yang ada sangatlah buruk, apa yang memang layak dibaca di tempat ini dalam jangka waktu yang cukup lama?

untukku sendiri, perpus ini hanya sekedar pelepas lelah. interior yang tak menarik. isi yang sangat lebih tak menarik. dan jika menyoal isi rak atau buku-buku, aku akan jadi komentator dan pengamat yang sangat kejam. aku pun sudah langsung bosan seandainya tubuhku tak seperti sekarang ini dan baterai gadgetku penuh karena aku membutuhkannya sebagai alat dokumentasi.

beberapa anak SMA terlihat di sini. begitu juga tadi anak-anak dan orang tua mereka. beberapa bapak-bapak. om-om. dan mereka yang berusia kisaran mahasiswa. dan aku pun menguap. pertanda tubuhku membutuhkan waktu untuk tidur. waktu tidur yang nyaris tak kumiliki.

pagi tadi aku berjalan kaki dari jalan Kapuas sampai di jalan Sulawesi atau taman Pahlawan. memesan Gojek lalu mencari kos di kisaran Jojoran tapi tak menemukannya. dari pada membuang waktu menunggu ibu kos yang hilang entah kemana, aku memutuskan untuk pergi ke perpustakaan umum kota. siapa tahu aku bisa melepas lelah di sana. mandi. lalu bergentayangan mencari Yayasan Jerman atau Goethe Institut dan Gramedia di Tunjungan Plaza, yang semuanya masih berdekatan.

sesampainya di sini, aku langsung kecewa. pusat kota memiliki perpustakaan seburuk ini. tidakkah itu menyedihkan?

bahkan dari awal masuk hingga melihat isi rak, tempat ini sudah langsung aku anggap tak layak dan sesuai dengan selera dan harapanku. aku memutari tiap isi rak dan menemukan rak sastra yang isinya konyol. rak filsafat yang nyaris tak ada buku filsafat yang bisa aku sekedar pegang. rak psikologi yang mengerikan. dan rak-rak lainnya yang mencerminkan kualitas dari tempat ini. bahkan penjaganya saja tak tahu apa itu IFI dan Goethe Institut. ah, sudahlah, aku tak banyak berharap untuk perpus yang satu ini. 

fisik kota Jogja yang sempat aku sanjung berisikan perpustakaan yang buruk rupa. sangat buruk rupa. sebelum pergi, aku mencoba lagi menelisik rak yang mungkin aku lewatkan. aku menemukan The Wolf of Street karya Jordan Belfort. Where Keynes Went Wrong dari Hunter Lewis. dan Chain of Blame milik Paul Muolo dan Mathew Padilla. dan rasa-rasanya seandainya aku menemukan yang lain, itu pun sangat sedikit. masih tetap sangat sedikit. 

buku bagus berbahasa inggris dan kebanyakan terfokus di ekonomi. kebanyakan itu pun satu dua buku. dan rasa-rasanya aku tak mau berlama-lama di sini. tapi sial, aku sedang malas memanggul ranselku yang cukup berat dan akhirnya kelelahan kembali. aku juga dalam keadaan yang agak bosan sekarang ini. sepertinya, lebih baik aku membaca bukuku sendiri di suatu tempat di kota ini dari pada harus berlama-lama di perpus yang harus aku bilang, sangat menjijikkan. tak seharusnya perpustakaan ini dikhususkan hanya untuk anak-anak. dan entah kenapa, ketika melihat perpus ini saja aku malas untuk bergerak ke perpustakaan daerah Jawa Timur.

tak perlu waktu lama, aku pun pergi. melangkahkan kakiku menjauhi ironi kota besar yang terlihat kaya dan nyaman ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar