Senin, 06 Maret 2017

SURABAYA: TOGA MAS








aku berjalan dari wifi id corner di jalan Kapuas menuju jalan Diponegoro. tak jauh. hanya sekitar 300an meter. bangun tidur. mandi. makan di sebelahnya. lalu bergegas ke sini. 

aku menggunakan Speedy Corner atau Wifi Id Corner sebagai hotel khusus. tak perlu membuang-buang banyak uang. cukup tidur di sini, layaknya berada di hotel. sayangnya tak ada bantal dan kasur di dalamnya. hanya ada AC dan ruangan yang cukup hangat. sialnya, nyamuk masih saja merusak kesenangan tidurku. tapi tak apalah. setidaknya aku bisa tidur beberapa jam dalam sehari sebelum mulai berjalan lagi.

Toga Mas di jalan Diponegoro ini masih sangat sepi ketika aku memasukinya. aku melihat sekilas isi bukunya. yah, mirip toko buku Toga Mas lainnya. ada beberapa buku yang masih tersisa seperti kisah hidupnya Stephen Hawking dan sebuah buku tentang Atlantis yang kemungkinan besarnya ada di Indonesia. dalam sekali waktu aku sudah bosan. beruntung ada buku yang menarik perhatianku; Involusi Pertanian dari Clifford Greetz dan Jawa Tempo Doeloe. hampir satu jam aku terfokus pada dua buku itu. 

sekitar jam 12an, banyak anak sekolah dan remaja berkeliaran di tempat ini. walau tak begitu banyak, tapi lebih banyak dari kuburan mayat tadi malam, Gunung Agung. 

aku melihat seorang perempuan tengah baya membeli Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan. beberapa remaja membolak-balikkan Dilan. seorang laki-laki kepala enam sedang terlihat membaca buku Islam. dan remaja-remaja sekolah yang bagai habis berpesta, dengan dandanan ala pesorak, lewat di depanku beberapa kali. aku menenggelamkan diriku ke dalam bukunya Clifford Geertz. lalu berpindah pada Jawa Tempo Doeloe. waktu perlahan-lahan bergerak semakin cepat ke arah jam 1 atau 13:00. 

aku harus cepat-cepat ke C02 dan tak mendamparkan diriku di sini dalam jangka waktu yang cukup lama. masalahnya, aku sudah terlalu asyik membaca. sialnya seperti itu. Toga Mas adalah tempat ramah yang tak sekejam Gramedia, yang membuatku bisa berlama-lama menikmati tempat ini tanpa perlu takut ditegur atau terus diawasi mirip buronan teroris. 

di Gramedia, kita bagai terus diawasi seolah kita adalah calon pembunuh atau pencuri. dan adakalanya, di beberapa tempat di Gramdia, kadang, aku merasa bagaikan berada dalam pengawasan yang sangat ketat dan konyol. rasa-rasanya, seperti sedang berada dalam penjara dengan sipir yang berkeliaran tiada henti. mungkin itulah yang membuat Gramedia tak lagi banyak digemari. hampir di semua toko buku Gramedia yang aku masuki, suasanya tak begitu ramai bahkan terkadang luar biasa hening dan seolah bebas dari manusia yang lewat. era Gramedia, mungkinkah berakhir akibat ketidakmampuannya menilai psikologis manusia? terlebih psikologis masyarakat Indonesia yang berdiam di Jawa?

membuat pengunjung merasa tak nyaman dan terancam karena diawasi, adalah tindakan terburuk dari sebuah toko buku modern di era digital semacam hari ini.

jika di Gramedia kebanyakan tempat duduk tiba-tiba menghilang. tidak di Toga Mas yang malah sering menyediakan tempat duduk seandainya masih ada ruang. bahkan duduk di lantai berlama-lama tepat di depan mata para penjaga buku, pun tak jadi soal. mereka diam. membuat aku betah menikmati membaca. buku diskon dengan pelayanan semacam itu, jelas membuat Gramedia semakin tertekan. hilangnya kursi-kursi dan ruang khusus membaca, membuat Gramedia menjadi mudah dibenci dan dianggap sebagai tempat yang sangat menyiksa. terlebih bagi mereka yang mudah lelah, sakit, atau ingin menikmati membaca di Gramedia itu sendiri. bagiku sendiri, Gramedia periode lamalah, ketika masih berkuasa dan terbuka, sangat nikmat dijadikan tempat untuk menghabiskan waktu. sekarang, Gramedia mirip bagaikan neraka. pengecualian Gramedia jalan Merdeka Bandung yang masih mau menyediakan kursi duduk. aku tak tahu, apakah Gramedia di Semarang masih menyediakan hal yang sama atau tidak.

aku rasa, sudah cukup bagiku melihat toko buku ini. aku ingin segera pergi ke jalan Dr Cipto no 22. tepatnya ke C20, yang websitenya sekilas memikatku. mungkin aku akan dapat kejutan di sana nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar