aku sampai di taman ini.
Beberapa sampah terlihat di beberapa tempat. Tergeletak sempurna di
batu paving sekitar taman. Masa depan yang jelas bagi Surabaya nanti.
Sangat jelas bagiku. Di sekitar taman, orang-orang terlihat menikmati
makanan mereka yang berupa nasi goreng. Kota ini adalah kota dengan
pintu tertutup bagi perut. Betapa susahnya mencari makan di kota ini.
Yang ada bakso-bakso yang buruk. Atau makanan penyet yang sama buruknya.
Dua-duanya terpaksa aku makan karena aku sudah lelah mencari dan tak
kunjung menemukan. Era tata tertib dan kebersihan Risma, membuat
pengembara semacam aku jadi kesusahan hanya untuk sekedar mencari makan.
Angkringan pun tak seberapa. Aku belum menemukan warung Padang. Dan
ketika pagi, nasi-nasi bungkusan dijual di jalan-jalan dengan cara
seadanya.
Kota Surabaya hari ini adalah musuh bagi perut yang tiba-tiba kelaparan. Benar-benar sangat tak menyenangkan.
Di taman ini cukup
banyak orang dalam artian biasa. Mengobrol. Mengambil foto. Merokok.
Bermain games. Dan sepasukan polisi muda yang entah karena alasan apa,
berfoto ria di sekitar patung yang menjulang tinggi atau berlatarkan
gedung Grahadi yang kokoh dan indah. Aku pun mulai mengambil buku.
Membacanya. Dan menikmati malam-malam di kota ini yang tak terlalu
bising.
Taman kecil ini bisa
dibilang indah. Begitu juga tata kota Surabaya hari ini. Seorang
pemimpin yang pernah berada di dinas pertamanan memang layak duduk
mengatur kota ini ditambah ketegasannya. Dan yang paling aku suka,
hampir di banyak tempat aku melihat banyak ruang publik untuk olah raga.
Lapangan hockey. Lapangan tenis dan badminton. Dan yang paling jelas
lapangan basket. Di tempat ini juga disediakan lapangan kecil yang
menjadi hal yang biasa di Amerika. Orang-orang bisa bermain futsal atau
olah raga lainnya. Corak kota yang bagiku menarik dan bagus.
Namun, jika menyangkut
kegairahan intelektual, aku nyaris tak melihat pembaca buku di beberapa
ruang publik yang ada. Kecuali jelas di perpustakaan. Dan setelah
melihat isi perpustakaan dan toko bukunya, aku sudah mendapat sedikit
banyak kesimpulan, Surabaya mirip kota lainnya menyangkut otak dan
perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir.
Waktu bergerak dengan
cepat. Aku memutuskan pergi dari sini. Memesan Go-Jek. Membeli dua
bungkus kerupuk. Dan melaju menuju jalan Kapuas atau Diponegoro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar